Kamis, 30 Desember 2010 | 05:33 WIB
Lippo Group selepas Mochtar Riady bukan sekadar tetap jaya, lebih dari itu semakin berkibar di pentas bisnis, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di mancanegara. Kesuksesan itu tak terlepas dari peran James Tjahaja Riyadi yang kini bertindak sebagai chief executive officer kelompok usaha tersebut.
Berikut petikan perbincangan Bisnis dengan James.Â
Apa filosofi Anda, sehingga sukses membangun bisnis Lippo hingga menjadi besar seperti saat ini?
Aksi kita ditentukan oleh kepercayaan kita. Apa yang kita percaya pasti menentukan sistem nilai. Apa yang kita anggap bernilai, itu yang kita pikirkan, apa yang kita pikir dan apa yang kita anggap penting itu pasti memengaruhi hati kita, mempengaruhi sikap kita, kelakuan kita, aksi kita.
Saat saya memulai bisnis, saya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat dan sistem nilai masyarakat yang pada saat itu berlaku umum bahkan sampai saat ini menjadi sesuatu yang umum bahwa hidup itu adalah kaya dan senang.
Itu kepercayaan masyarakat yang menjadi kepercayaan saya waktu itu. Jadi tujuan utama hidup adalah kaya dan senang. Pada permulaan, saya masuk ke bisnis dan pekerjaan ini, tujuannya itu. Kaya dan senang. Itu obsesi yang terus saya kejar.
Tetapi pada 1990, kelihatannya di puncak hidup saya, justru saya bangkrut. Bukan dalam arti keuangan. Di satu sisi sepertinya usahanya maju, kaya, dan senang tercapai, tetapi justru saat itu saya mengalami kekosongan.
Usia saya waktu itu hampir 33 tahun. Saya mengalami kekosongan, yang namanya kaya dan senang sudah menjadi suatu hal yang tidak berlaku. Sepertinya kaya secara materi tetapi sebetulnya miskin, senang secara formalitas tetapi dalam hati kosong.
Saya tak bisa melupakan pengalaman waktu itu karena pengalaman itu menentukan yang menetukan kondisi saya pada hari ini. Saat itu, hati saya begitu kosong karena relasi saya dengan istri rusak. Selama 8 tahun pernikahan, akhirnya relasi saya dan isteri saya cerai di mata Tuhan. Anak saya juga membenci saya. Begitu pula saudara, teman-teman saya.
Jadi, pada September 1990 itu, saya mengalami pertobatan. Baru setelah itu saya berorientasi kembali ke hidup saya, baru saya sadar hidup itu bukan sekadar kaya dan senang tapi harus punya makna.
Karena itu, saya akhirnya kembali ke istri saya dan meminta maaf, hubungan kami dipulihkan. Begitu pula hubungan dengan anak, orang tua, dan teman. Pada saat itulah saya baru sadar, saya ini bukan superman, yang semua bisa, semua mengerti, semua hebat, dan orang paling baik di dunia.
Lalu, di dalam mengelola bisnis, saya mengalami perubahan besar. Pertama, pada saat itu saya adalah presiden direktur dari setiap perusahaan saya. Tahun itu saya mengundurkan diri dari semua perusahaan saya. Tahun itulah saya mundur dari Lippo Bank sebagai presdir dan semua perusahaan saya serahkan ke profesional. Saya bangun sistem pengelolaan yang berbeda di mana pengelolaannya secara profesional semua.
Kedua, saya baru sadar. Sstem kepercayaan saya harus berubah, hidup bukan kaya dan senang, tapi hidup itu adalah kita sebagai seorang steward. Steward itu jauh lebih mendalam dari corporate social responsibility (CSR).
CSR itu kita mengerjakan sesuatu dengan dasar titik awal bahwa segala hal adalah kepunyaan saya. Tetapi sebagai steward, saya sadar semua yang saya miliki baik talenta, kemampuan, aset, kekayaan, uang, termasuk hidup saya itu punya Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan kembali dan hanya bisa digunakan untuk memberkati orang lain.
Nah, sejak itu sampai sekarang saya terus berupaya mentransformasi dan mengubah Lippo dari yang dulu menjadi yang sekarang dan yang akan datang.
Apakah sudah berhasil?
Istilah kami, kesempurnaan itu adalah arahnya sudah benar, motivasinya sudah benar, dan sudah mulai bergerak. Dalam hal itu kita sudah mulai sempurna. Gunung es tidak dibentuk dalam 1 hari dan tidak mungkin juga lumer dalam 1 malam. Perjuangan kami seperti itu.
Setelah titik balik itu, saya bertekad untuk mendirikan yayasan. Pada 1991, saya mendirikan Yayasan Pendidikan Pelita Harapan. Pada 1992 membuka sekolah Pelita Harapan. Sekarang kami memiliki 22 sekolah dan dua universitas di Jakarta dan Surabaya. Seluruh perusahaan di Lippo ini dijalankan bukan sekadar komersial, tetapi ada aspek moralitas di mana kami menjalankan perusahaan dengan benar.
Jadi prinsip good governance sebenarnya lebih dari sekadar apa yang diketahui masyarakat saat ini?
Lebih dari itu, karena CSR itu adalah upaya perusahaan mengikuti norma-norma yang dianggap pas bagi suatu perusahaan dan make it sure mengikuti undang-undang dan peraturan.
Adakah nilai yang diwariskan oleh ayah Anda, sehingga juga berhasil di generasi kedua? Biasanya pada generasi kedua, perusahaan mulai tidak seperkasa generasi pertama, tetapi Anda berhasil membawa perusahaan ini sama kuatnya dengan generasi pertama.
Papa sekolah filsafat di Nanjing, RRC [China]. Dia sangat mendalami filsafat timur Lao Tze, Confucius, dan Mencius. Jadi, itu kental sekali dalam ajaran papa ke anak-anaknya baik di rumah maupun di tempat kerja.
Filsafat itu mendorong setiap orang harus menghormati orang tua, guru, pejabat, orang yang lebih senior dan hidup itu harus kerja keras. Etika hidup harus dijaga dan harus ditingkatkan terus. Ajaran menabung, dan harus menghemat. Itu semua menjadi suatu hal yang sangat kental. Itu jelas sekali dan bahwa seseorang itu harus punya jiwa berjuang. Fighting spirit. Itu yang sering dikatakan papa.
Jiwa berjuang itu berarti harus memiliki filsafat yang benar untuk mendorong fighting spirit yang tinggi. Itu yang kita dapat. Jadi sedari dulu, setiap hari memang kerja keras, harus berupaya, harus berindustri, harus berbisnis, kerja sesuatu harus bernilai tambah, dan sebagainya.
Namun apa yang berbeda adalah memberikan suatu arah dan isi. Karena kalau kita hemat akhirnya menjadi pelit. Hemat itu baik tapi kalau kemudian menjadi pelit, artinya lain lagi.
Kerja keras untuk siapa? Kalau untuk diri berbeda dibandingkan dengan kerja keras untuk masyarakat luas. Jadi, filsafat timur ini sangat membekali manusia untuk maju dan berkembang, tetapi tanpa sistem nilai yang jelas yang diberikan oleh agama, itu jadinya tak punya arah dan isi.
Jadi, ada peran Tuhan di dalamnya untuk memberikan arah dan isi?
Yes, right. That's it! Sebagai pengusaha atau entrepreneur apa yang memberikan kepuasan paling dalam? Yaitu pada saat kita tahu bahwa tujuan akhirnya adalah bagaimana kelompok Lippo ini bisa memberi berkat kepada bangsa melalui kesehatan dan pendidikan dan di dalam interaksi di masyarakat, kami bisa menjadi bagian yang memengaruhi sistem nilai masyarakat.
Kalau pendidikan dan kesehatan itu merupakan bagian dari upaya Lippo untuk memberi berkat kepada bangsa, kira-kira target ekonomis dan bisnis lain masih berlaku?
Masih. Artinya isu-isu di masyarakat kan cuma dua, ekonomi dan standar hidup. Ekonomi berarti menciptkan lapangan kerja, investasi di dalam infrastruktur dan sebagainya. Lalu, meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu adalah melalui pendidikan dan kesehatan. Tiga aspek ini yang sekarang Lippo kerjakan.
Lippo cukup terkenal dengan inovasinya. Pendidikan dan kesehatan merupakan inovasi baru yang Lippo kerjakan. Pada tahun 1990-an, ketika industri asuransi drop, Anda buat produk baru Warisan, Lippo Life. Kemudian properti booming pada 1994, bapak juga buat produk yang inovatif di mana Bapak menjual gambar. Dulu-dulu belum ada orang jual gambar. Ke depannya apa lagi?
Waktu saya selesai kuliah, papa mengajarkan saya satu hal. Setiap manusia harus punya visi. Tanpa visi, manusia itu mati, gak ada arah, tak ada isi. Visi itu apa? Visi itu kemampuan kita melihat lebih jauh, melihat lebih dalam, dan melihat lebih dulu dari orang lain.
Jadi, selesai kuliah, papa membawa saya ke Hong Kong, Singapura, ke mana-mana. Di setiap tempat itu, saya diperkenalkan kepada orang-orang top di masyarakat dan dunia usaha. Lalu saya diajak dan ditantang untuk berpikir, 5 tahun lalu masing-masing mereka ada di mana dan 5 tahun nanti kira-kira mereka ada di mana. Dari sana, kita belajar untuk melihat lebih jauh. Nanti 5 tahun kemudian, beliau tanya lagi, ingat tidak waktu dulu kita bicara mengenai si itu. Nah, sekarang dia di mana? Dari situ kita memperoleh gambaran, kita belajar lebih dalam, lebih ke depan. Di situ kita belajar soal isi. Berarti kita harus melihat dunia ini ke mana. Jangan sampai penny wise, pound foolish.
Sekarang dunia ini larinya ke mana? Kalau lihat percaturan dunia, kita bisa melihat era dominasi Amerika dan Barat sudah lewat. Pengaruh tetap ada, tapi dominasi sudah lewat. Sekarang eranya Asia. Amerika yang biasanya superpower, yang biasanya menundukkan power baru atau kekuatan baru yang sedang naik yaitu RRC, mereka ternyata kurang fokus untuk terus mempertahankan posisi mereka, karena mereka terbawa dengan urusan Palestina.
Jadi, membela hal-hal yang doesn't make sense. Akibatnya, [Amerika] kehilangan kredibilitas, kehilangan banyak energi. Padahal sekarang ini dunianya ekonomi.
Selain itu, ada peperangan di Irak. Akhirnya cuma begitu saja. Setiap kali dia [Amerika] masuk ke peperangan seperti itu, ia habiskan 5-10 tahun. Modal politiknya terkuras, modal ekonominya terkuras, emosi juga terkuras, politik dalam negerinya juga terpengaruh.
Yang mestinya mereka menangani secara multilateral, akhirnya mereka masuk dalam peperangan dan akhirnya menjadi bertabrakan dengan dunia Islam. Tenaganya habis lagi. Ini yang sedang terjadi. Mereka melihat percaturan dunia itu sebagai silo [gudang tertutup] Tetapi di lain pihak RRC melihat percaturan dunia semacam bermain sekat. Totalitas. Sekarang adalah dunia Asia, karena mereka [Amerika] sedang mundur, Asia naik, kita memiliki kesempatan bekerja lebih keras lagi untuk mengambil momentum di saat seperti itu.
Kita juga melihat di dunia, dengan ekonomi-ekonomi negara barat atau negara maju yang lemah, di dalam waktu yang akan datang ini, era suku bunga adalah era suku bunga rendah. Suku bunga rendah memberi keuntungan kepada pemodal-pemodal dunia.
Ini mengakibatkan sekarang ini mereka mulai memindahkan dana itu ke tempat-tempat yang pertumbuhannya lebih pesat supaya mendapat keuntungan lebih banyak. Ini yang mengakibatkan capital flow yang besar sekali masuk ke negara yang berkembang seperti Indonesia. Nah, hal tersebut mengakibatkan 18 bulan terakhir ini, hot money banyak yang masuk.
Jadi rupiah terus menguat. Bank Indonesia tidak ingin rupiah menguat terlalu cepat lalu, kemudian menyubsidi dengan membeli dolar yang mendapatkan keuntungan BI hanya 1,5% dan dia menyerahkan rupiah yang untuk BI cost-nya 6,5%. Dia rugi 4,5% setahun. Bisa tidak BI bertahan? Tidak bisa.
BI tidak beda dengan perusahaan biasa. Punya modal, punya neraca, profit-loss. Jadi, rupiah akan terus menguat. Inflasi relatif akan rendah sekali. Berarti suku bunga di Indonesia akan turun. Dana akan lebih banyak di tambah Indonesia ini dalam waktu 6 sampai 12 bulan bisa mencapai investment grade.
Ini tugas utama Menteri Keuangan. Harus bisa mencapai investment grade kalau bisa dalam 6 bulan sampai setahun.
Secara kuantitatif, kita sudah mencapainya. Secara kualitatif, tinggal rating agency menganggap politik kita, pemerintahan kita, pengelolaan fiskal dan moneter kita sudah memuaskan atau tidak. Jika investment grade sudah kita capai, double B itu, berarti Indonesia pinjam uang di luar negeri itu yang sekarang treasury ditambah 3,5% sampai 4%, akan turun menjadi treasury tambah 1,5%. Berarti saving 2% sampai 3,5% setahun. Bukan saja cost-nya lebih rendah, suku bunga akan lebih turun lagi dan aliran dana lebih besar lagi.
Sudah waktunya pemerintah harus investasi besar-besaran di dalam infrastruktur, harus antisipasi karena infrastruktur yang ada, sistem yang ada, sulit untuk secara suistanable menopang pertumbuhan lebih dari 6,5% - 7% setahun. Sektor swasta juga harus dibuka supaya investasi lebih besar lagi. Di dalam ini, transformasi fisik itu gampang.
Investasi di jalanan, pelabuhan, airport sebenarnya gampang. Diberi suasana yang lebih enak pun sudah jalan. Ada reformasi di dalam land acquisition di dalam draf UU yang baru jalan, tetapi transformasi sosial juga harus ikut.
Jadi, tugas swasta atau dunia usaha, kita punya stakeholder bukan hanya pemegang saham lagi, tetapi masyarakat komunitas luas yang memberikan kesempatan bagi kami berdagang. Jadi usaha bertanggung jawab membangun social capital. Bangun transformasi sosial.
Bagaimana? Ya itu, usaha yang kita kerjakan. Harus ada kaitan dengan pembangunan social transformation dan istilahnya program stewardship kita atau CSR itu harus mencapai ke sana. Berarti kesehatan dan pendidikan sebagai dua hal yang paling utama.
Selain itu, kita melihat kemajuan dunia ini sudah mengarah ke globalisasi digitalisasi. Teknologi ini majunya cepat sekali. Lippo adalah yang pertama menjalankan 3G. Izin yang pertama ada di Lippo.
Jadi, orang di 2G, kami sudah di 3G. Sekarang semua orang sudah ada di 3G, diam-diam Wimax kami sudah di 4G. Ini 4G area. Jadi broadband zaman sekarang itu bandwidth tak cukup pada saat dari 5 juta menjadi 200 juta pemakai Internet. Yang tadinya sekadar kirim email, sekarang sudah sampai ke streaming video.
Kita memang harus masuk ke 4G. Teknologi 4G sekarang ini cuma satu yaitu Wimax yang akan disusul 3 atau 4 tahun kemudian dengan LTE [Long Term Evolution]. Migrasinya ke sana. Tapi 4G ini adalah Wimax dan Wimax ini adalah teknologi yang tinggi.
Kami sudah melihat ke sana. Selain itu, kami sudah melihat the next wave sesudah 4G. Larinya ke Cloud. Apa itu? Cloud itu adalah the future. Jadi kalau bisa dilihat, perusahaan di bidang Cloud ini di Amerika namanya 3PAR. Itu sekarang sengit antara Hewlett-Packard dan Dell perang mengambil perusahaan ini karena perusahaan ini adalah pionir di bidang Cloud.
Bidang Cloud ini adalah bisnis yang akan futuristik sekali. Sekarang ini misalnya saya pakai Blackberry, nanti ada yang namanya iPad, nanti di rumah komputer berjalan. Masalahnya satu di antara lainnya itu tidak connect, jadi file kita taruh di mana? That's a problem. File kita masuk di mana? Kedua masing-masing platform yang kita pakai tidak punya computing power. Jadinya Cloud ini adalah virtual platform di mana masing-masing ide kita link ke sana, jadi file kita di-storage di sana. Computing power juga di sana.
Bagaimana untuk sektor agribisnis?
Di Indonesia ini, kita membangun bangsa berarti kita membangun sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sumber alam ini termasuk mining, forestry, plantation. Kami juga tertarik ke sana. Secara prinsip Lippo percaya kami harus fokus. Istilahnya itu adalah apa yang sudah kami miliki biarlah kami tekuni, artinya setia pada hal-hal kecil karena nantinya kita diberikan kesempatan untuk menjadi lebih besar. Itu prinsipnya. Namun demikian kami ditantang oleh pemerintah dan masyarakat untuk ambil bagian dalam plantation dan kami sedang mempelajari terus untuk masuk di bidang plantation ini dan sudah mulai menjajaki investasi awal di bidang ini juga.
Terkait dengan kesehatan, selama ini bisnis kesehatan Lippo lebih menyentuh ke kelas menengah ke atas. Kira-kira ada rencana yang lebih konkret untuk lebih membumi?
Visi Siloam adalah menyediakan standar, menyediakan pelayanan kesehatan dengan standar internasional terhadap setiap warga Indonesia. Itu visi kami. Dalam hal ini kita melihat dari dua sisi yakni demand dan supply. Demand-nya ada tidak? Kita tahu demand itu ada yang namanya Asabri yang mengasuransikan anggota dan keluarga TNI, lalu ada Askes yang mengasuransikan karyawan dari pegawai negeri, ada juga Jamsostek. Tiga ini tidak lebih dari 30 juta orang.
Kita tahu setahun terakhir ini muncul yang namanya Jamskesmas yang sudah mulai diaplikasikan di masyarakat dengan total 72 juta orang. Jadi total 100 juta-an karena ada tambahan 72 juta itu tadi.
Sementara itu dari 500 pemerintahan daerah baik provinsi, bupati, dan wali kota mulai menjanjikan pelayanan kesehatan gratis pada saat kampanye. Sekarang sudah 150 dari 500 yang menjanjikan itu dan bahkan sudah mengaplikasikan. Nah, itu sekarang 22 juta. Jadi dari 240 juta, sekarang ini sudah menjadi 120 juta demand.
Ini demand-nya sudah ada. Nanti dalam perjalanan waktu ini akan menjadi universal, akan menjadi 240 juta. Masalahnya di suplai. Jadi warga Indonesia yang biasa pun sudah ada kemampuan karena sudah ada Jamkesmas dan Jamkesda. Masalahnya di suplai. Ada tidak? Tidak ada.
Jamkesmas 72 juta yang dijamin realitas suplainya cuma 20 juta. Sekarang di rumah sakit-rumah sakit, bed occupancy-nya itu sudah full room. Itu artinya di rumah sakit tak mungkin 100%, karena wanita dan lelaki tidak bisa dicampur, orang dewasa dan anak-anak juga tidak bisa dicampur, dan beda penyakit juga tidak bisa dicampur.
Pemerintah ingin menaikkan anggaran untuk kesehatan menjadi 5% dari 3%. Sekarang saja suplai yang minim itu hanya bisa melayani 30 - 40 juta, kalau sudah 5% coba bayangkan bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas.
Pemerintah sesungguhnya memiliki defisit besar untuk menyelesaikan tanggung jawab dan hutang di dalam obligasi kesehatan. Kalau swasta tidak ambil bagian, pasar tidak dibuka, masyarakat kita 20 tahun lagi 30 tahun lagi akan lebih parah karena pemerintah tak mampu memprioritaskan ini semua. Karena itu, kami melihat peluang ini dan mengambil bagian di dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan.
Kami membangun dua rumah sakit, mengambil alih dua rumah sakit dengan empat rumah sakit menjadi suatu base kami. Kami baru ambil alih dua rumah sakit lagi di Jambi dan Balikpapan, dan bulan depan ini akan membuka MRCCC [Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre] di Semanggi. Jadi ada tujuh rumah sakit dan akan membangun lagi 30 rumah sakit untuk melengkapi suatu sistem rumah sakit di Indonesia sejalan dengan visi pemrintah.
Jadi, suplai ini harus bisa mencukupi. Ini semua infrastruktur sosial yang dibutuhkan. Lalu bagaimana dengan menengah ke bawah? Memang visi kami adalah global healthcare standard to every Indonesian. Siloam Hospital di Karawaci, dari 220 ranjang ditingkatkan menjadi 275 ranjang tetapi kami baru groundbreaking yang disaksikan oleh Menteri Kesehatan dengan menambah 2.000 ranjang karena memang kami tahun lalu tekad this is where we have to go. Sebanyak 2.000 ranjang ini untuk masyarakat kelas tiga dan untuk masyarakat luas di seluruh Tangerang yang penduduknya 4,5 juta.
Kami akan menyediakan transportasi secara gratis dari pasar-pasar dan desa untuk dibawa ke rumah sakit itu. Rumah Sakit itu menjadi Rumah Sakit Umum (RSU) Siloam.
Rugi dong pak?
Ini inovasi yang tadi dikatakan. Justru Lippo membangun sistem-sistem yang pemerintah katakan not workable, dan kami katakan let me try and make it workable. Pemerintah katakan not workable karena itu APBN. Maka kami katakan, let us try make it workable. Swasta mengatakan not workable karena there is no profit. Kita katakan let me try to find the system that works. Swasta mengatakan workable itu ada maksud. Sementara pemerintah bilang not workable karena APBN atau APBD.
Bagaimana caranya? It's not easy tapi kita tekad if you do it right there must be a way to make it works. Artinya kita mesti terapkan sistem subsidi silang bagaimana yang kalangan atas menyubsidi kalangan yang massa ini. Tetapi jika skalanya besar, cost itu akan turun 75%, Jadi, yang tadinya tidak affordable menjadi affordable. Jadi caranya banyak. Dari yang punya ke tidak punya. Dari yang marginnya lebih besar ke margin yang lebih kecil.
Di Indonesia melakukan open heart bypass itu cost-nya Rp65 juta. Setahun di Indonesia 700 open heart bypass. Di India cost-nya cuma US$1.400. Itu berarti Rp12,5 juta. Kenapa? Karena mereka setahun ada 80.000 open heart bypass. Jadi pada saat kita meningkatkan volume dari 700 setahun menjadi 10.000, cost kita di bawah Rp15 juta. Lalu jika tidak ada volume, orang mau melakukan open heart bypass juga ragu-ragu. Takut karena kompetensinya kurang. Jadi kami siasati seperti itu. Kami bertekad we have to find a system or create a system that works.
Apa itu juga yang berlaku di industri properti?
Ya Ya.. Benar. Saya kasih contoh di industri properti. Waktu pertama kami ingin mengembangkan Lippo Karawaci, kami mencari modelnya siapa. Lalu kita melihat pada saat itu tahun 1991 modelnya adalah BSD [Bumi Serpong Damai]. BSD itu 6.000 hektar ternyata mereka sebulan itu menjual 10-20 unit. Salesman-nya cuma lima jual sebulan 10-20 unit. Saya pikir kalau umpamanya sebulan 10-20 unit, 100 hektar selama 30 tahun tidak akan habis.
Terobosannya apa? Sistem apa yang bisa kita terapkan supaya it works? Nah, kita terapkan sistem asuransi jiwa. Sistem ini kita short gun approach. Jadi short gun itu pokoknya kita tembak short gun, 1% yang kena sudah lebih besar dari pada satu per satu.
Kalau untuk mendapatkan satu penjualan rumah saya membutuhkan satu salesman, yah kalau mau 1.000 saya cari 1.000 salesman, jadi salesmen Lippo saat itu, kita create namanya Lippo Land Club yang 10.000 salesman. Dengan 10.000 salesman kita bisa jual satu hari 1.000. 10.000 salesman kita targetkan satu hari cari 20 orang.
Kalau kita bangun lalu kita jual, kita bisa mati konyol. Resikonya terlalu besar. Kami menerapkan pre selling. Kita jual gambar. Dengan jual gambar, risiko kita turun, konsumen dapat harga yang lebih murah. Jadi ini konsep terobosan dengan suatu sistem yang kita create. Ini suatu hal yang what is needed.
Anda begitu cepat membaca sesuatu dan membuat inovasi tapi sering kali keliru dibaca orang. Mungkin di satu sisi juga karena regulasi yang kadang-kadang tidak siap, sehingga Lippo seringkali bermasalah. Kiat apa untuk menghadapi ini?
Pertama, banyak orang menilai suatu perusahaan itu agresif atau konservatif. Seolah-olah suatu perusahaan yang konservatif itu baik sementara yang agresif itu tidak baik. Sesungguhnya, suatu perusahaan harus dua-duanya. Artinya jika sudah menetapkan suatu bidang yang ingin dikerjakan, di bidang itu dia harus lebih agresif dari orang lain. Kalau sudah putuskan untuk masuk bidang itu, ya harusnya agresif. Tapi kalau sudah diputuskan di bidang yang memang gak mau, biar gratis harus bilang thank you atau no. Harus konservatif.
Dalam bisnis yang sudah menjadi tekad Lippo, pasti kita lebih agresif dari yang lain. Masyarakat tidak akan melihat kami sangat fokus di bisnis yang tidak kami ingin kerjakan. Kami jauh lebih konservatif dan di bisnis yang sudah menjadi tekad kami, kami harus agresif.
Kalau agrobisnis apakah termasuk yang konservatif atau agresif?
Perkebunan selama ini termasuk bisnis yang kita bilang no dan satu sen pun kita tidak masuk ke sana. Sekarang secara strategi, is that something yang kita mau masuk. Kalau kita bilang Yes, pasti kita akan lebih agresif. Memang seringkali adalah seperti yang sudah anda katakan itu [regulasi yang tidak siap], karena pada saat kita mendahului, tidak ada peraturannya. Lalu karena ini something new, pejabat sering kali mainnya lebih aman. Sekarang misalnya kita masuk ke dalam bidang bioteknologi. Peraturannya tidak ada. Hukumnya tidak ada.
Apakah tertarik untuk mengembangkan bioteknologi juga? Amerika sudah ada.
Kita melihatnya begini. PBB 2 bulan yang lalu membuat suatu terobosan luar biasa yang tidak dilihat banyak orang. Mereka mengambil suatu resolusi bahwa air merupakan hak azasi manusia yang paling mendasar, karena air ini di banyak tempat dan secara global terus berkurang dan akses kepada air minum menyusut.
Sekitar 70% penggunaan air di dunia ini adalah [untuk] agriculture. [Untuk memproduksi] 1 kilogram beras membutuhkan air 5 ton. 1 kilogram beef butuh air 4 ton, 20%-nya industri dan 10% hanya household.
Dengan populasi dunia akan naik dari 6,5 menjadi 9 miliar orang dalam waktu 20 - 30 tahun, otomatis penggunaan air akan meningkat 40% untuk agriculture karena untuk makanan. Ditambah tuntutan clean energy mengarahkan ke biofuel. Itu akan memerlukan agriculture land yang lebih besar dan kebutuhan air yang lebih besar.
Water security, food security, energy security sekarang menjadi masalah besar. Ini hal yang futuristic yang kita mesti memikirkan bagaimana perusahaan-perusahaan ini masuk dan memberi solusi di bidang ini, termasuk di Indonesia khususnya di bidang agriculture.
Jadi kami melihat agriculture ini tidak sekadar pada komoditas, seperti palm oil. Kami melihat secara totalitas di mana porsi kami di dalam mengambil solusi itu.
Keputusan untuk masuk ke agriculture ini akan diambil kapan?
Secara prinsip kami sudah bilang kami masuk. Tetapi agriculture ini kaitannya dengan water security dengan basic human rights, dengan biofuel, dengan food security.
Bagaimana Anda mengeliminasi semua pandangan terkait langkah inovasi yang Anda lakukan terutama di pasar modal? Sudah ada pandangan masyarakat kaya dan miskin bersama Lippo.
Lewat waktu kebenaran itu akan nyata. Memang Lippo ini berpikir jauh, pada saat kami berpikir jauh, pada potongan jangka waktu pendek kami bisa disalahtafsirkan. Orang yang salah tafsir masuk waktu salah dan keluar waktu salah bisa rugi. Tetapi coba kita lihat fakta, siapa pun yang masuk ke Lippo pada saat kita merealisasikan nilai, semua untung besar.
Lihat Matahari Department Store, semua untung besar. Jadi, lewat waktu itu akan terbukti. Matahari harga saham Rp500, itu naik sampai Rp1.300 plus waran yang nilainya Rp300 plus bagi dividen yang Rp350, jadi Rp2.000. Dalam waktu setahun itu sudah realisasi.
Sahamnya masih berpeluang naik terus karena tidak akan stop di sana. Tetapi kalau orang ambil sepotong waktu saja, keluar masuknya itu sangat short oriented, itu susah, karena kami berpikir jangka panjang.
Tetapi siapa pun yang berinvestasi dengan Lippo dalam in the long term period, pasti tidak rugi.
Mungkin ada persoalan ketika mengimplementasikan semua yang ada dalam diri Anda kepada SDM di sekitar Anda, bagaimana menghadapi kesulitan mereka?
Memang yang utama tetap adalah surprise. Memikirkan suatu terobosan, konsep itu yang paling utama. Itu nilainya 70-80%. Human resources ini masalah paling besar, karena itu kami masuk di bidang-bidang yang memang nilai tambahnya besar sekali supaya memiliki cukup celengan untuk men-training manusia, untuk bisa toleransi kesalahan-kesalahan sebelum tim kami bisa mencapai standar yang kami harapkan.
Zaman sekarang di mana uang bukanlah nilai, tetapi komoditas. Modal selalu bukan masalah. Manusia juga bukan selalu hambatan karena manusia punya kapasitas dan kemampuan yang jauh lebih besar dari yang kita pikirkan.
Di Thailand, jika kita pergi ke Elephant Park, kita bisa lihat elephant saja bisa dilatih melukis menjadi lukisan yang kita pasang di dinding, masak gajah bisa dilatih seperti itu sementara manusia tidak bisa.
Di sektor ritel, apakah nilai yang anda dalami anda terapkan juga, apalagi sekarang boleh dibilang ada pertarungan di sektor ritel? Termasuk kasus dengan Carrefour.
Waktu kami pertama masuk ke bidang ritel, porsi modern retail dari keseluruhan ritel di Indonesia hanya 0,2%. Sudah jelas bahwa di negara maju, peritel modern meningkat sampai 50% - 60%. Karena itulah, kami harus menerapkan suatu sistem atau konsep retailing baru yaitu bagaimana Matahari yang waktu itu rugi yang omzetnya pada saat kami ambil alih 10 tahun lalu cuma Rp1 triliun sekarang bisa buka 100 toko di seluruh Indonesia dan bisa dikembangkan sistem network merek yang nasional untuk massa yang luas ini.
Itu kami terapkan dalam 10 tahun menjadi Rp15 triliun dari Rp1 triliun. Dengan demikian dari rugi kemudian setahun berikutnya menjadi Rp1 triliun. Itu yang kami lakukan di Matahari Department Store, sehingga pada saat ada tawaran dari CVC, perusahaan privat equity global yang besar untuk masuk, yah rekan-rekan mengatakan why not karena itu memberi keuntungan untuk shareholders.
Jika ditanya Riady, Lippo, setuju tidak penjualan Matahari Department Store, kami tidak setuju. Tetapi manajemen mengajukan bahwa ini sudah ditawar dengan harga hampir Rp10 triliun, kami harus menyetujui karena itu yang terbaik pada saat ini untuk shareholders.
Soal Carrefour, di dalam bisnis hipermarket, Carrefour membawa modal global, merek global, teknologi global, modal global waktu masuk ke Indonesia dan selama 6 tahun mendominasi pasar di Indonesia.
Selama 6 tahun itu mereka mendominasi pasar hipermarket. Lippo dengan Hypermart memulai dari nol. Setiap toko yang kita buka, kita dihantam supaya mati. Dengan apa? Dengan harga. Kita bangga, kita 100% lokal, 100% Indonesia. Orang Indonesia, ide Indonesia, modal Indonesia. Semua Indonesia. Setelah 6 tahun didominasi, kami equal dengan Carrefour meski dihantam Carrefour sampai babak belur. Dia rekrut orang kita, pada satu saat dalam satu malam, 25 orang dia rekrut.
Itulah yang dikerjakan. Ada Hypermart dia pasti hantam harga terus karena kantongnya tak ada serinya. Tetapi setelah 6 tahun kita equal. Di sanalah mereka menggunakan modal global itu membeli Alfa. Itulah yang membuat mereka lebih besar. Kita kerja lebih keras lagi karena sudah fokus di situ.
Bagaimana setelah Carrefour dimasuki oleh Chairul Tanjung yang misinya mengangkat produk-produk dalam negeri?
Saya sangat welcome Pak Chairul seorang entrepreneur tulen, punya etika kerja luar biasa, punya semangat nasionalisme yang luar biasa untuk masuk ke rescue Carrefour yang sedang on the way down. Saya kira baik dan sejak beliau masuk sudah ada perubahan orientasi kembali kemitraan dengan supplier lokal dan Kadin.
Sebulan sebelum dia masuk ke Carrefour, saya breakfast dengan Pak Chairul dan saya katakan ke dia bahwa bisnis hipermarket itu baik. Silakan masuk dan saya katakan juga agar Chairul membeli saja Carrefour. Ternyata 1 bulan kemudian beliau beli. Setelah beliau beli, dia ajak saya bicara dan undang saya makan di kantornya. Bagaimana kita bisa bersama-sama membangun bangsa melalui retailing. Saya kira bagus sekali dan bagaimana kita bisa sama-sama bersaing, namun secara produktif dan konstruktif dan sehat yang saling cari tempat yang bisa sama-sama bekerjasama. Saya kira itu baik sekali.
Kalau lihat belakangan ini Carrefour mulai melepaskan kepemilikannya ke investor lokal. Seperti di Malaysia, ia sudah menawarkan ke investor lokal. Itu bisa digambarkan sebagai fenomena bahwa bisnis ini tengah mengalami persoalan atau pasarnya sendiri yang mulai tidak menerima pola seperti itu?
Saya kira dominasi barat dan Amerika memang sudah lewat, termasuk ide teknologi, termasuk manajemen, etika kerja. Jadi saya yakin di bawah pimpinan Pak Chairul, Carrefour akan jaya.
Beruntung dengan ide-ide terobosan beliau, pasti ada gebrakan yang dia lakukan seperti akan membuka 100 gerai di seluruh Indonesia. Itu akan memacu kompetisi yang sehat.
Atau menurut Anda, lebih enak berkompetisi dengan Pak Chairul yang memang tidak memiliki background di ritel?
Saya kira Pak Chairul itu bergerak di bisnis jasa semua. Bisnis jasa ini fokusnya kepada konsumen. Jadi konsumen itu yang harus kita mengerti. Pak Chairul sangat mengerti siapa itu konsumen, karena itu dia masuk melalui perbankan, melalui finance, televisi, dan lain-lain.
Kembali lagi, visi kami ini adalah kami ingin memengaruhi masyarakat dengan etika kerja. Filsafat yang benar. Jadi bukan kaya dan senang tapi bagaimana kerja kami bisa memberkati orang lain.
Bagaimana terobosan di industri media?
Menegenai media, terus terang kita tidak merencanakan masuk ke media. Keberadaan kami di media itu adalah by default karena ada kawan baik namanya Tito Sulistio. Dia yang bangun Investor Daily. Dulunya Investor Magazine.
Pada saat itu dia bilang butuh sedikit modal. Karena teman baik, saya beri pinjaman kepada beliau. Akihirnya setelah jalan dia katakan 'Sudahlah pinjaman ini dikonversi saja menjadi modal'. Nah, saya dapat 30% di Investor Magazine. Lalu terpisah dia bikin Investor Daily.
Saya tidak pernah ikut dari mula. Dia bikin Investor Daily tanpa saya. Setelah dia jalan, dia katakan kita mergerlah Investor Daily sama Investor Magazine. Ya sudah, saya katakan silakan. Jadilah saya ikut dalam merger itu dan sesudah dimerger saya dapat 15%. Dari sana dia terus kembangkan dan kami ikut di dalamnya.
Lalu ada beberapa teman-teman merespon tawaran dari Forbes Magazine untuk buka Forbes Indonesia. Lalu mereka mempersiapkan tetapi kemudian Forbes tidak jadi masuk ke Indonesia. Mereka tetap menjalankan itu dengan Globe Asia. Lalu mereka-mereka itu bilang ini ada kesempatan untuk yang berbahasa Inggris. Mereka masuk ke yang namanya Jakarta Globe dan kita ikut di dalamnya. Jadi sebenarnya by default.
Arah ke depan untuk bisnis ini seperti apa?
Kami melihat bahwa dari seluruh media memilik peluang yang luar biasa untuk membangun bangsa melalui cara pikir sistem kepercayaan yang akhirnya memengaruhi aksi masyarakat.
Lalu, dalam arti suistanable bisnis ini, kita melihat bahwa dari kue iklan 100%, print media itu mengambil porsi tidak sampai 5% dari seluruh iklan, jadi arahnya pasti tidak bisa masuk ke print media. Arahnya harus keluar dari print media.
Jadi, arah kami melalui First Media itu pasti ke television karena TV itu 85%. Jadi, First Media ini dia punya cable TV, Internet sebagai konteks, dia lalu coba-coba introduce family channel sebagai stasiun TV, lalu barus saja membeli Q Channel. First quarter tahun depan mereka meluncurkan news channel.
Jadi arahnya ke sana. Nah, lalu arahnya ke sana, lebih futuristik lagi adalah digital. Jadi semua ini larinya ke konvergensi media, tidak ke print. Kami mau switch ke televisi karena televisi dapat 1% market share saja, itu berarti sudah 20% dari print.
Di bisnis perbankan, apakah Lippo berencana mengembangkan bisnis ini lagi?
Ya. salah satu kompetensi dari Lippo dan keluarga kami adalah perbankan. Kami sangat menguasai konsumen serta memiliki network yang punya akses ke konsumen. Kami sudah memiliki 17 juta nasabah Lippo, non bank. Kami sudah memiliki setahun itu 1 miliar pengunjung ke unit-unit Lippo baik toko, mal, rumah sakit, dan sebagainya.
Induk paling utama dari perbankan itu adalah kepercayaan. Jadi, kepercayaan kami, nama Lippo di masyarakat luas sangat dalam dan besar, apalagi sudah keluar dari Jakarta. Memang kami memiliki kompetensi, memiliki ingredients, untuk kembali masuk perbankan dan sudah 5 tahun setiap hari ada saja orang yang menawarkan masuk kembali ke perbankan dan bekerja sama. Itu selalu opsi yang kami buka dan akan kami kaji.
Sudah ada titik cerahnya yang lebih konkret dengan siapa?
Mungkin dalam waktu setahun ini kami akan ambil keputusan untuk kembali ke perbankan, tetapi dengan omzet yang berbeda dan tidak berkompetisi dengan pemain yang ada dan harus berbeda.
Inovasi Lippo ini sebenarnya meniru tetapi cuma lebih dulu saja sesuai dengan visi Anda melihat lebih dulu, lebih jauh, dan lebih dalam. Apakah seperti itu?
Oh iya. Tidak ada yang baru di bawah langit. Kami di Lippo mengatakan seperti ini, kita mencari excellence dan originality. Tetapi kalau harus pilih salah satu sebenarnya [kami pilih] excellent, Jangan original tapi tidak excellent.
Jadi, keunikan dari Lippo ini kami sungguh perusahaan multinasional artinya bukan seperti yang dipikir oleh masyarakat luas bahwa itu berarti kami memiliki kantor di setiap negara. Bukan. Multinational company adalah perusahaan yang punya budaya, punya sistem, punya jiwa, apa pun yang dia butuhkan dia mencarinya secara multinasional. Ide, modal, energi, tenaga, teknologi, semua yang dibutuhkan itu multinasional, termasuk ide atau terobosan pun munculnya dari multinasional.
Ide itu di seluruh dunia banyak. Jadi, manusia jangan bepikir skeptis. Oh, pasti dia mencuri, dia bohong atau pasti ini itu. Harus berpikir positif. Ketika melihat keberhasilan orang, bagaimana caranya dia berhasil. Kita mau tiru dengan variasi dan keberanian. Lets do it.
Jadi ide itu memang banyak di luar. Kita tidak ingin mengklaim ide itu original dari kita.
Kita juga multinasional dalam arti jaringan kita di luar negeri luas, tetapi lebih dalam lagi esensi dari multinasional itu bukan lagi berarti secara fisik tetapi secara filsafat. Kita mencari ide, manusia, modal, teknologi. Semua yang dibutuhkan itu multinasional.
Komposisi revenue Lippo dari dalam negeri katanya makin banyak dibandingkan dengan luar negeri?
Saat ini mungkin 10-20%. Tetap economic scale dari Lippo di Indonesia, karena Indonesia memiliki 240 juta lebih penduduk. Coba lihat Singapura. Mau besar bagaimana pun masih sangat terbatas.
Sudah banyak bisnis yang digeluti Lippo. Ke depannya, bisnis apa lagi yang akan dikembangkan lebih fokus?
Di bidang ICT (information and communication technologies). Bidang itu yang akan kami kembangkan, tapi selalu ujung-ujungnya usaha kami cuma satu, yakni jasa. bentuknya beda-beda tapi jasa melayani konsumen.
Ada putusan yang paling disyukuri ataupun yang paling disesali dalam perjalanan hidup?
Yang paling penting untuk saya September 1990 pada saat saya bertobat. Itu saya paling syukuri. Konsep yang lama, kaya senang, itu saya sesali. Filsafat kaya dan senang atau materialisme dan hedonisme itu menjadikan segalanya dilihat dari ukuran materi.
Artinya kita tidak bisa ukur relasi, talenta dengan materi. Dulu saya abaikan relasi, sekarang relasi menjadi penting. Kita punya beban hidup, visi hidup, panggilan hidup, kita punya passion untuk something else di luar diri kita?
Bagaimana terkait kiprah Lippo di dunia ekonomi politik, karena Lippo juga leading dalam hal itu? [mantan Presiden Amerika Serikat] Bill Clinton saja bisa diintervesi.
Ha ha ha... Pada saat suatu perusahana lebih besar, pertama, otomatis ilmu yang muncul bukan hanya ilmu pasti, tetapi sudah mencakup ilmu tidak pasti, masalah sosial, manusia. Jadi, dibutuhkan kepekaan kami dan kompetensi kami untuk supaya bisa melihat lebih daripada ilmu pasti.
Kedua, pada saat zaman terus berlanjut, stakeholder bukan lagi pemegang saham, tetapi masyarakat luas yang berarti politik, sosial, dan politik. Jadi bagaimana pun kita tidak bisa buta terhadap masyarakat luas dan masalah sosial politik itu.
Setiap perusahaan membutuhkan dan memiliki platform berkomunikasi dengan elit bangsa kita, termasuk elit politiknya supaya kita bisa mengomunikasikan visi kami sebagai bagian penting dalam membangun bangsa termasuk bagian penting dari memberi solusi masalah di dalam masyarakat.
Anda juga membangun relasi dengan Obama?
Saya kira semua yang kita bangun itu bersifat kelembagaan dan kelembagaan itu bukan berarti individual. Saya sendiri juga sadar, bahwa kekayaan dan kekuasaan itu adalah berkat dan kutukan dari satu mata uang yang sama.
Jadi, pada saat kita bicara uang, politik kekuasaan, kita harus hati-hati, jadi kita harus belajar. Saya juga belajar banyak semoga dalam waktu yang akan datang menjadi lebih wise.
Bagaimana rencana yang akan datang terutama terkait menyiapkan generasi ketiga di Lippo?
Satu sisi perusahaan kita fokus kepada profesionalisme, di lain sisi di dalam keluarga saya, saya membimbing anak saya menjadi bertangung jawab mengembangkan talenta terbesar yang dia miliki.
Saya punya empat anak, tiga anak larinya ke pendidikan. Satu mengajar di SD, satu mengajar di Fakultas Hukum UPH [Universitas Pelita Harapan], satu filsafat dan pendidikan di UPH, sementara anak terakhir mengembangkan talenta terbesarnya di bidang film dan televisi.
Saya tidak menganjurkan dan mendorong mereka ke usaha, bahkan sebaliknya saya katakan harus kembangkan talenta terbesar, karena pada saat seseorang mengembangkan talentanya bukan yang terbesar, yang pasti dia akan frustasi karena tidak akan bisa berkompetisi dengan orang-orang yang masuk ke bidang itu dengan talenta terbesar.
Nanti setelah 1- atau 20 tahun ingin duduk sebagai board member, oke saja but prove your self first. Itu filsafat yang saya kembangkan untuk anak-anak saya. Apabila suatu hari saya ingin menyerahkan sebagian saham ke mereka, itu urusan terpisah. Tetapi profesionalisme adalah yang paling penting.
Kalau bicara soal industri pasar modal, Lippo terkenal sangat seksi. Bahkan ada hal yang sangat populer yakni kaya dan miskin bersama Lippo.
Artinya ikut dengan Lippo jangan cuma memikirkan trading-nya dalam arti jangan cuma trading in out dalam sebulan. Mestinya yang ikut dengan Lippo itu adalah mengikuti visi Lippo yaitu minimum 1 tahun. Saya kira filsafat Lippo itu adalah kami ingin selalu bertumbuh melalui partnership.
Jadi kami membangun kemitraan dengan semuanya, termasuk kemitraan dengan pasar modal. Jadi kami bertekad menjadikan pasar modal menjadi partner kami supaya mengembangkan yang lebih baik lagi.
Kita bisa melihat, setelah sekian tahun Matahari kini perform-nya sangat baik. Bisnisnya juga sangat kuat. Sekarang boleh dibilang tak ada utang. Sekarang juga Lippo Karawaci menjadi perusahaan properti terbesar. Mereka juga sekarang memiliki kekayaan US$3 miliar dan akan dikembangkan menjadi US$10 miliar dalam 5 tahun ke depan.
Mereka sekarang memiliki basis bisnis yang cukup bagus. Kami juga sekarang mengelola 25 mal di seluruh Indonesia di atas 2 juta m2.
Lalu juga masuk ke kesehatan, perhotelan. Masing-masing bisa leading di sektornya. Lalu Lippo juga masuk ke fund management. Mereka mengelola kurang lebih US$1 miliar dan akan ditingkatkan menjadi US$5 miliar dalam 5 tahun. Hotel juga akan dikembangkan. Rumah sakit dari empat menjadi 30. Mal dari 25 menjadi 50. Ini semua akan menghasilkan prestasi yang lebih baik. Saya yakin dengan pasar modal yang lebih stabil, lebih dewasa, akan mulai melihat perusahaan mana yang yang tidak berkompetisi dengan baik.
Termasuk pendidikan?
Pendidikan itu dijalankan dengan yayasan, dengan motivasi nonprofit dan bahkan setiap tahun kami pasok uang yang lebih banyak dari pendapatan kami itu.
Jika profit harus disalurkan kembali dengan beasiswa. Sekarang itu 20% dari semua kursi itu adalah beasiswa dan kita membangun sekolah-sekolah di kantong-kantong kemiskinan dan juga di desa-desa.
Tahun ini kami membuka empat sekolah baru, tahun depan 10 sekolah baru. Tahun ini termasuk dua sekolah di papua. Kami juga bangun semacam IKIP. Jadi pada saat pemerintah merubah IKIP menjadi universitas, kami balik mengembangkan IKIP karena itu yang dibutuhkan. Lalu kita bangun sekolah di desa supaya guru-guru bisa disalurkan ke desa-desa.
Dengan target properti menjadi US$10 miliar dalam 5 tahun ke depan, bagaimana proyeksi Anda terhadap industri properti?
Di negara barat, industri properti mereka kembangkan dengan begitu pesat tetapi industri atau sektor riil tidak bertumbuh untuk menyerap suplai ini, sehingga demand-nya tak ada. Ada gap antara suplai dan demand. Kalau lihat di Asia, justru ekonomi bertumbuh begitu pesat, masalahnya itu bukan di demand-nya tapi suplainya yang gak ada dan tidak punya infratruktur yang cukup.
Ada pesan untuk bangsa ini?
Sekarang adalah era Asia, khususnya era Indonesia. Kita perlu memiliki suatu self confidence yang disertai tekad untuk berinvestasi for the future, bukan saja transformasi fisik tapi juga transformasi sosial. Kita harus bersatu membangun bangsa.
Jadi dibutuhkan pemimpin yang cepat mengambil keputusan?
Saya kira pemimpin itu ada dua macam, satunya pemimpin yang transactional artinya sigap dalam mengatasi masalah, yang satunya pemimipin yang transformation. Yang pertama terkesan cepat tapi bisa salah arah, tapi pemimpin yang kedua terkesan pelan tetapi lebih terstruktur, lebih memiliki sruktur dan konsep.
Nah, SBY pemimpin yang transformasional, jadi kepada orang yang transactional, terkesan beliau ini lambat tapi bagi orang yang mengerti konsepsional, dia melihat banyak hal itu lebih tranformasional. Tetapi kembali lagi apa sih yang menjadi pemerintahan baik? Pemerintahan yang baik itu yang memiliki filsafat bahwa solusi terhadap semua masalah bangsa yaitu masalah ekonomi, masalah sosial, politik, solusinya bukan pemerintahan yang lebih besar karena yang lebih besar yang berisiko abusif, tetapi adalah pemerintahan yang lebih kecil yang punya konsep, yang memampukan bangsa atau rakyat mencari solusi sendiri tapi diberikan kemampuan itu.
Ada tiga pilar sebenarnya di dalam pemerintahan ini, demokrasi, rule of law, dan market. Soal demokrasi kita sudah mengetahui Indonesia ke arah sana. Dalam rule of law, lumayan dengan skalanya sampai 7 - 8. Soal market, masih banyak yang harus kita lancarkan supaya lebih jalan.
Oleh http://www.bisnis.com/articles/james-riady-hidup-bukan-sekadar-kaya
Biografi |
---|
Nama Lengkap | James Tjahaja Riady |
Lahir | Jakarta, 7 Januari 1957 |
Pendidikan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar