Friedrich Nietzsche
.....................................................................
Manusia hidup di dunia, itu benar.
Sebab dunia adalah masalah, kompleksitas, maka dia butuh sandaran dan sandaran itu ‘harus’ tidak kompleks.
Manusia hidup, untuk hidup butuh alasan. Manusia hidup butuh fiksi, butuh seni, butuh sastra, politik, koran, kelas, kekayaan, kebun2, tanah, bank, pasar dan jabatan sosial.
Namun sandaran lagi-lagi selalu bukan materi, melainkan metafisika.
Ada yang bilang bahwa alam semesta tercipta dari ‘ketiadaan’ sebagai hasil dari satu pengembangan massa titik tunggal.
‘Ada’ muncul dari ‘Ketidakadaan’
Dari ketiadaan terciptalah materi, energi, dan waktu.
Dari ketiadaan terciptalah sastra, seni, medika, lukisan, partitur piano, politik, bangsa, kultur, peradaban, Mozart, Beethoven Chopin, Debussy, Machiavelli, kita.
Dorongan kata2 yang cerdas, untuk membuat dirimu merasa pantas hidup di dunia ini.
Hidup di dunia, tidak membencinya. Melainkan kebudayaan manusia, semangat hidup, roman, kisah cinta, tragedy, mereka mengembang hingga mengisi, menyumbat mampat seluruh celah kolong langit
Dalam hidup tidak ada pernah ada yang dikatakan salah, setiap kehidupan adalah ekses dari perbuatan. Tanpa perbuatan hanya ada kematian. Berbuatlah. Berbuatlah. Perbuatan apapun itu tidak pernah salah! Everything just goes my way. I've lived a life that's full. And more, much more than this, I did it my way.
Thousand years ago, John 14:6 Jesus answered, "I am the way and the truth and the life. So they start to crucified Jesus.
A hundredth years ago, A Sufi named Mansour al-Hallaj, he exclaimed Ana al Haq "I am the truth" He kept repeating "I am the Truth" as they kept cutting his arms, legs, tongue and finally his head. He was smiling, even as they chopped off his head.
.....................................................................
Ini adalah "mata" para analis... 3. Mata Possibility, melihat dengan kekuatan menggerakkan. Inilah mata pemimpin, karena di tangannya ada Kekuatan dan penguasaan sumber-sumber daya. (Rhenald Kasali)
—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar