Minggu, 26 Februari 2012
VATIKAN & KONSPIRASI MERUSAK INDONESIA
Pengantar: Belum lama ini, Metro TV menayangkan liputan “silentoperation” yang mengungkap peran pastor Jesuit, Pater Beek SJ, dalam penggulinganBung Karno dan penumpasan PKI pada tahun 1965. Berikut artikel oleh GeorgeAdicondro, mantan wartawan Tempo pada masa itu. Artikel ini pernahdirilis melalui milis internet, diperkirakan ditulis sekitar tahun 1996. Kita angkat sebagai bahan renungan bersama.
Pada salah satu seminar membicarakan pemilu di kantor CSIS di Tanah Abang, Jakarta, tanggal 3 September 1996, Panda Nababan, seorangwartawan senior Jakarta,tiba-tiba angkat bicara. Dengan tenang Panda Nababan menuduh CSIS sebagai pusattempat dirumuskannya banyakkeputusan Politik Indonesia masa lalu yang merepotkankita semua sekarang ini.
Dr. Sudjati Djiwandono, seorang pembicara dalam acara itu juga sulitmenyembunyikan amarahnya kepada Panda Nababan. Tapi Harry Chan Silalahi yangmenjadi moderator pada saat itu, meski bisa menahan diri untuk menangkistuduhan Panda Nababan, tapi ia tetap tenang, dan seperti biasanya penuh senyum,meski kabarnya terlihat gugup. Beberapa hari kemudian, dengan bantuan harianKompas (tgl. 7
September 1996), Harry Chan Silalahi memberikan wawancara khusus yang membantahsemua tuduhan Panda Nababan. Disana dengan gaya orang rendah hati Harry Chan membeberkanbetapa salahnya orang yang menganggap CSIS itu memainkan peranan penting padabelasan tahun pertama Orde Baru. Yang ada sebenarnya hanya kedekatan antarindividu, bukan CSIS dengan pemerintah, kata Harry Chan.
Para pendiri CSIS itu dekat denganpemerintah, katanya. Ia menyebutkan dirinya sebagai tokoh KUP Gestapu (Front Pancasila),Liem Bian Kie (Yusuf Wanandi) sebagai tokoh Golkar, demikian juga denganSudjati Djiwandono. Dan tentu saja SudjonoHumardani dan Ali Murtopo yang memangAspri Suharto. Kepada harian Kompas, Harry Chan menjelaskan: “Pada prinsipnyaCSIS membatasi diri untuk tidak terlibat dalam soal taktis politik.Meskipundemikian CSIS kerapkali diisukan telah melakukan hal itu. Padahal pembahasanmasalah dalam negeri yang dilakukan CSIS bersifat strategis konsepsional” .
CSIS terbentuk, menurut Harry, pada tahun 1971 ketika Hadi Susastro danbeberapa kawan-kawannya pulang belajar dari Eropa. Merekalah yang mengusulkandibentuknya sebuah lembaga think tank. Tidak dijelaskan oleh Harry bahwasebelumnya bergiat dalam CSIS, para kader Beek itu sudah berkiprah dalam operasikhusus (Opsus) pimpinan Ali Murtopo.
Masih belum yakin dengan bantahannya lewat harian Kompas, sebulan kemudian,lewat harian Nusa Tenggara (terbit di Denpasar) edisi 13 Oktoer 1996, HarryChan muncul lagi dalam sebuah wawancara yang menggunakan hampir satu halaman surat kabar. Di sinisekali lagi Harry Chan melakukan cuci tangan terhadap semua tingkah lakupolitik CSIS di masa jaya Ali Murtopo hingga masa akhir berkuasanya L.B.Murdani. Penjelasan panjang lebar Harry Chan dalam koran terbitan pulau Bali itu sepintas lalu sangat persuasiv sertamenyakinkan, terutama bagi generasi muda yang tidak mengalami pergolakanpolitik awal Orde Baru. Tapi bagi orang seperti saya, semua cerita Harry Chanitu sebenarnya adalah isapan jempol belaka.
Perhatikan bahwa dalam semua penjelasan Harry Chan sama sekali tidak pernahmenyebut Opsus dan keterlibatan kaum katolik ekstrem kanan di sana. Mereka yang tergolong generasi 66 diJakarta masih ingat kantor mereka (Opsus) di Jalan Raden Saleh Jakarta Pusat.Juga penjelasan Harry Chan sama sekali tidak terdengar nama Pater Beek SJ,pastor kelahiran Belanda yang memainkan peranan besar di balik lahirnya CSIStersebut.
Beek adalah pastor ordo Jesuit yang sudah aktiv lama di Indonesia melakukankaderisasi para pemuda dan mahasiswakatolik. Ia melakukan kegiatankaderisasinya di asrama Realino Yogyakarta, di samping melakukan kaderisasi diKlender, Jakarta.Di Klender kegiatan itu disebut Kasebul (Kaderisasi sebulan). Dalam kegiatanKasebul itu bukan cuma indoktrisasi yang dilakukan, bahkan latihan pisik yangmendekati latihan militer juga diberikan. Di sana para kader dilatih menghadapi situasijika diinterograsi oleh lawan. Bagaimana meloloskan diri dari tahanan,bagaimana survive dan sebagainya.
Latihan seperti ini ditujukan untuk mempersiapkan showdown dengan komuniswaktu itu. Kegiatan ini kemudian diketahui oleh Subandrio yang memimpin BPI(Badan Pusat Intelejen). Akibat kejaran BPI Pater Beek terpaksa melarikan dirike luar negeri dekat sebelum Gestapu 1965. Beek kembali ke Indonesiasetelah Subandrio ditangkap dan BPI dibubarkan. Sebagian dari lulusan terbaikKasebul ini dikirim untuk latihan lebih jauh lagi di luar negeri. Salah seorangyang berhasil dikirim keluar negeri sebelum Gestapu adalah yang kemudianmenjadi wakil komandan Laskar Ampera, Louis Wangge almarhum. Wangge dikirimoleh Beek ke Universitas Santo Thomas, Filipina. Begitu yang diketahui orang.Tapi kemudian Wangge sendiri mengaku bahwa sebenarnya ia dikirim ke sebuahpusat latihan intelejen di sebuah pangkalan Amerika di Filipina.
Cerita tentang ini semua dikisahkan Wangge setelah ia dikucilkan oleh CSISkarena sikap Wangge yang menolak kebijakan SCIS yang anti Islam. Dalam keadaantegang antara Wangge dan CSIS di pertengahan tahun tujuh puluhan, misalnya, Wanggepernah menyundut rokok menyala ke baju yang melekat di tubuh Sofyan Wanandidikamar kecil bioskop Menteng (bioskop itu sudah digusur sekarang).
Saya sendiri juga pernah menjadi kader Pater Beek dan dilatih melawankomunis. Tapi seperti juga Wangge, ketika CSIS sudah menjadikan Islamsasarannya, dan karena CSIS menjadi tanki pemikir Rezim Suharto, juga karenaikut berdarahnya tangan CSIS di TimorTimur, saya tidak bisa lagi tetap beradadalam jajaran pengikut Pater Beek. Terutama setelah demi ambisi kekuasaan dankontrol orang-orang CSIS (Liem Bian Kie dan Sudradjat Djiwandono) PartaiKatolik pun mereka gilas. Begitu yakinnya mereka akan pentingnya mengontrol Indonesia lewatGolkar, mereka tega menindas Uskup Atambua (mempertahankan Partai Katolik),orang yang sebenarnya berjasa dalam proses integrasi Timor-Timur.
Sebagai wartawan Tempo yang sudah mengunjungi Timor Timur sebelum invasioperasi intel pimpinan Murdani, dan mengikuti perkembangan wilayah itu hinggakini, saya tahu bagaimana permainan Murdani bersama orang-orang CSIS dalammengeruk uang dari Timor-Timur, setelah sebelumnya membantai secara kejambanyak penduduk bekas jajahan Portugis tersebut. Dengan uangyang terus mengalir(monopoli kopi yang dikelola oleh Robby Ketek dari Solo) itulah mereka, antaralain, bisa membiayai operasi-operasi politik Murdani bersama CSIS.
Tapi siapa sebenarnya Beek? Menurut cerita dari sejumlah pastor yangmengenalnya lebih lama, Beek adalah pastor radikal anti komunis yang bekerjasama dengan seorang pastor dan pengamat Cina bernama pater Ladania di Hongkong(sudah meninggal beberapa tahun silam di Hongkong). Pos china watcher (pengamatCina) pada umumnya dibiayai CIA. Maka tidak sulit untuk dimengerti jika Beekmempunyai kontak yang amat bagus dengan CIA. Sebagian pastor mencurigai Beeksebagai agen Black Pope di Indonesia. Black Pope adalah seorang kardinal yangmengepalai operasi politik katolik di seluruh dunia.
Tentang Black Pope ini tidak banyak diketahui orang, juga pastor katolikyang tidak tahu mengenai kedudukan, peran, dan operasi Black Pope yang sangatpenuh rahasia itu. Tapi ketika almarhum Dr.Sudjatmoko menjadi RektorUniversitas PBB di Tokyo, ia pernah berkunjung ke Tahta suci di Vatikan. Selainberjumpa Paus, Sudjatmoko juga jumpa seorang Kardinal yang mengajaknyaberbicara banyak mengenai keadaan di Indonesia. Sudjatmoko merasasurprise bahwa Kardinal itu tahu banyak tentang politik di Indonesia.Tidak lama setelah pulang ke Indonesiasebagai pensiunan rektor Universitas PBB, pimpinan harian Kompas mengirimkanorang kepada Sudjatmoko untuk meyakinkannya agar tidak usah cemas masalahfinansial. Kalalu ada apa-apa Kompas bersedia membantu. Dari tawaran simpatikKompas itulah Sudjatmoko yakin adanya kontrol Black Pope terhadap kegiatankatolik di Indonesia.
Kembali kepada Beek, yang makin memperkukuh posisi kader Beek di matatentara adalah sikap mereka yang didasarkan oleh kebijakan yang digariskan olehBeek. Kebijakan itu dikenal sebagai Lesser evil theory (teori setan kecil).Setelah komunis dihancurkan olehtentara, Beek melihat ada dua ancaman (setan)yang dihadapi kaum Katolik di Indonesia. Kedua ancaman sama-sama berwarnahijau. Islam dan tentara. Tapi Beek yakin, tentara adalah ancaman yang lebihkecil (Lesser evil) dibanding Islam yang dilihatnya sebagai setan besar.Berdasarkan pikiran itulah maka perintah Beek kepada kader-kadernya adalahrangkul tentara dan gunakan mereka untuk menindas Islam.
Kebetulan sekali setelah Gestapu, pihak Islam (terutama mantan Masyumi)dianggap meminta terlalu banyak imbalan jasa dari partisipasinya dalampenumpasan Gestapu. Padahal Suharto dan pimpinan ABRI lainnya sudahberkeputusan untuk mengelola sendiri negara dan tidak akan berbagi kekuasaandengan siapa pun, apalagi dengan kekuatan Islam. Ketegangan Islam lawan tentarainilah yang melicinkan dipraktekkannya doktrin Lesser evil Pater Beektersebut.Kebetulan lain adalah adanya Ali Murtopo dan Sudjono Humardani. Keduaorang ini mempunyai sejumlah persamaan meski ada perbedaan mendasarnya. Sudjonodan Ali sama-sama ingin mengabdi kepada Suharto.
Tapi Ali Murtopo punya rencana jangka panjang untuk berkuasa (I will be thenext president, kata Murtopo kepada wartawan Tempo, Tuty Kakiailatu, pada masakampanye Pemilu 1971) sedang Humardani adalah orang Solo yang sudah bahagiajika bisa menjadi abdi dalam yang baik. Ambisi Ali Murtopo inilah yangdimanfaatkan oleh kader-kader Pater Beek tersebut. Banyak orang yang tidakpercaya kalau Ali Murtopo (keluarga santri dari pesisir Jawa dan bekashisbullah di jaman revolusi) bisa menjadi orang yang sangat anti Islam danberjasa besar dalam menindas orang Islam di awal Orde Baru. Yang orangcenderung lupa adalah bahwa Ali Murtopo punya rencana berkuasa, oleh karena itusemua yang merintanginya untuk mencpai tujuannya haruslah ditebas habis.Musuhnya bukan cuma Islam, tapi juga Perwira-perwira ABRI yang dianggapnyasebagai perintang, seperti H.R. Dharsono, Kemal Idris, Sarwo EdhiWibowo danSoemitro (Pangkopkamtib). Almarhum Dharsono (Pak Ton) difitnahnya berkonspirasidengan orang-orang PSI untuk menciptakan sistem politik baru untukmenyingkirkan Suharto. Kemal Idris dituduhnya berambisi jadi Presiden. SedangSarwo Edhy difitnahnya merencanakan usaha menajibkan (menendang ke atas)Suharto.
Kader-kader Beek yang kemudian mendirikan CSIS dan waktu itu masih berkumpuldalam Opsus tahu betul mengenai ini, dan mereka ikut membantu Ali Murtopomencapai ambisi berkuasanya.
Pada tahun 1974 terjadi Malari di Jakarta. Orang-orang Opsus yang beradadibalik kerusuhan dan pembakaran-pembakar an merasa dengan itu bisa menghabisilawan mereka yang dipimpin Soemitro. Kemudian terbukti memang Soemitro yangkurang canggih berpolitik itu berakhir karir militernya dengan cara yang sangatmengenaskan. Namun yang menang juga bukan Ali Murtopo. Suharto ternyata jauhlebih pintar dari Ali dan Soemitro. Kedua Jenderal yang berambisiitu dalamwaktu singkat habis peranan politiknya.
Selama Ali masih menjadi orang penting di sekitar Suharto, salah seorangkadernya disimpannya di Korea Selatan sebagai Konjen. Itulah LB. Murdani. Sudahsejak di Kostrad pada jaman konfrontasi dengan Malaysia, para senior di Kostradkabarnya sudah melihat tanda-tanda adanya rivalitas diam-diam antara Ali danMurdani. Banyak yang menduga perbedaan mereka pada gaya. Ali suka pamer kekuasaan, sedangMurdani penuh kerahasiaan dan misteri. Persamaan mereka adalah semua hauskekuasaan. Tapi dalam ingin berkuasa ini juga ada perbedaan. Ali ingin menjadiorang yang berkuasa, sementara Murdani hanya ingin menjadi orang yangmengendalikan orang yang berkuasa. Tapi setelah terjadi Malari. Ali Murtopotidak bisa lagi menghalangi Murdani untuk tampil ke depan. Sejak itulah bintangMurdani mulai menanjak. Murdani boleh berbeda style dengan Ali, tapi karenasama-sama ingin berkuasa, keduanya perlu tanki pemikir. Maka CSIS yang mulaicemas karena merosotnya posisi dan peran Ali Murtopo pada masa paska Malari,berjaya lagi oleh naiknya Murdani.
Berlainan dengan Ali Murtopo yang ditakutkan bisa merupakan ancaman bagiCSIS kelak ketika berkuasa (ingat Suharto yang kini berbalik kepada Islamsetelah menindasnya dahulu?) Murdani adalah orang katolik yang kebetulan secarapribadi sangat benci kepada Islam. Karena itu lancar saja kerjasama Murdanidengan CSIS. Sebagai orang katolik ekstrem kanan Murdani di CSIS merasa dirumah sendiri. Itulah sebabnya mengapa Moerdani sekarang dengan tenang bisaberkantor di CSIS (menggunakan bekas kantor Ali Murtopo).
Dipanggil pulang dan diberi bintang dan kuasa oleh Suharto setelah hampirterlupakan di Korea Selatan dan (sebelumnya) Kuala Lumpur, Murdani sangat berterima kasihkepada Suharto. Merasa telah mengutangi budi kepada Murdani, Suharto merasadengan aman bisa menyuruh Murdani berbuat apa saja tanpa harus takutdikhianati. Memang Murdani menjadi “herder” Suharto yang menggigit siapa sajayang dianggap Murdani membahayakan Suharto. Maka Suharto makin percayalahkepada Murdani.Kepercayaan yang besar itulah kemudian yang menjadi modal bagiambisi lama Murdani untuk menjadi King Maker. Kepada seorang perwira Kopassusdi akhir tahun 1980-an Murdani katanya pernah berseloroh: “Buat apa jadi orangberkuasa jika bisa dengan tanpa resiko kita mengontrol orang yang berkuasa”.Memang itulah yang digeluti Murdani di belakang Suharto. Keberhasilan Murdanidan Sudomo membesar-besarkan bahaya
Petisi 50 (AH. Nasution hampir ditangkapMurdani, tapi dicegah oleh TB.Simatupang) berhasil mengecoh Suharto untuk mengeluarkan sebuah surat pamungkas yangmemberi kuasa lebih besar lagi kepada Murdani. Dengan kekuasaan amat besar dariSuharto itulah ia dengan gampang dan cepat bisa membangun kerajaan dan operasiintelnya (BAIS).
Menurut Wismoyo Arismunandar (mantan Kasad), orang yang mula-mula dan dariawal punya firasat buruk terhadap Murdani adalah Ibu Tien Suharto. Tapi karenaSuharto sangat koppeg dan merasa paling tahu sendiri, baru pada tahun 1988Murdani berhasil disingkirkan. Tapi sebelum meninggalkantahta kekuasaannya,Murdani sudah berhasil menciptakan beberapa calon raja yang menurut rencanaakan dikontrolnya kelak. Salah seorang di antaranya adalah Try Sutrisno. Begitupatuh Try Sutrisno kepada Murdani sehingga sebagai kepala BAIS, Try Sutrisno diMabes ABRI adalah staf yang dulu diangkat, dipercaya, dan pernah dipakai olehMurdani sebagai Pangab.
Dalam soal memilih kader, Ali Murtopo dan Murdani sama. Keduanya amatberbeda dengan Pater Beek. Beek memilih pemuda dan mahasiswa Katolik terbaik.Tujuannya adalah agar kader-kader tersebut dengan kecerdasan dan kelihaiannyasanggup mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan yang diamanatkan Beek.Pater Beek SJ tahu betul bahwa Indonesiaini penduduknya adalah mayoritas Islam, oleh karena itu orang Katolik janganbermimpi untuk tampil berkuasa. (Murdani sadar akan hal ini,karena itu ia hanyaingin jadi King Maker). Tapi mereka harusmengusahakan agar yang berkuasa adalahorang Islam yang mereka bisa atur. Inilah penjelasan mengapa Try Sutrisnodijagokan oleh Murdani dan untuk itu dipakai orang Islam lain yang bisadiaturnya, yaitu Harsudiono Hartas.
Ali Murtopo dan Murdani memilih bukan orang terbagus yang ada untuk jadikader, tapi orang-orang yang punya cacat atau kekurangan, (orang yang ketahuankorup, punya skandal, bekas pemberontak, mereka yang ingin kuasa, inginjabatan, ingin kaya cepat, dan sebagainya). Orang-orang demikian mudah diatur. Perbedaaninilah justru yang menyebabkan Ali Murtopo dan Murdani mudah bekerjasama dengankader-kader Pater Beek SJ. Lewat tangan Ali Murtopo dan Murdan cita-cita danrencana Beek SJ pernah berhasil dijalankan dengan saksama. Meski tragis, tapiinilah yang penjelasannya mengapa yang melaksanakan kebijakan anti Islam (lewattangan Ali Murtopo dan Murdani) kebanyakan adalah orang-orang Islam yang tidaksadar diperalat oleh Ali Murtopo dan Murdani untuk ambisi mereka masing-masing.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar